Monday, November 28, 2011

Tragedi Trisakti Menurut Sudut Pandang Sosiologi


Berawal dari penolakan para mahasiswa terhadap hasil pemilu, yang menyatakan berlanjutnya masa jabatan Soeharto, terjadilah demonstrasi besar besaran yang dilakukan oleh para mahasiswa dari berbagai universitas. Mereka menuntut Soeharto turun dari jabatannya dan diadili. Hal ini dikarenakan krisis ekonomi Indonesia mulai goyah pada awal 1998, yang terpengaruh oleh krisis finansial Asia. Indonesia mengalami krisis ekonomi terberat di Asia Timur. Inflasi dan pengangguran meningkat. Gerakan mahasiswa terjadi pada tanggal 12 Mei 1998 sampai 17 Desember 1998.

Tragedi pertama yang terjadi akibat demonstrasi ini terjadi pada tanggal 12 Mei 1998, yang disebut sebagai Tragedi Trisakti. Aparat Keamanan bergerak maju dan mulai menembakkan peluru ke arah mahasiswa. Para mahasiswa panik dan bercerai berai, sebagian besar berlindung di universitas Trisakti. Namun aparat keamanan terus melakukan penembakan. Korban pun berjatuhan, dan dilarikan ke RS. Tragedi Trisakti ini menewaskan empat orang mahasiswa Trisakti Jakarta serta puluhan lainnya luka luka. Mereka tewas tertembak peluru tajam oleh aparat keamanan.

Soeharto akhirnya mengundurkan diri pada tanggal 21 Mei 1998. Mahasiswa bersorak gembira atas pengunduran diri Soeharto. Akhirnya setelah sekian lama memerintah, Soeharto meletakkan jabatannya. Pada bulan November 1998, mahasiswa bergolak kembali, mereka tidak mengakui pemerintahan B.J. Habibie dan tidak percaya dengan para anggota MPR/DPR orde baru. Mereka mendesak untuk menyingkirkan militer dari politik serta pembersihan dan pemerintahan dari orang orang orde baru. Masyarakat dan mahasiswa menolak sidang istimewa 1998 dan dwifungsi ABRI/TNI. Tuntutan reformasi yang ditanggapi secara militerisme terus berlanjut, Tragedi Semanggi terjadi. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 11 November-13 November 1998. Peristiwa ini menewaskan kurang lebih 15 orang, 8 masyarakat dan 7 orang mahasiswa.

Tragedi Trisakti dan Semanggi ini merupakan contoh sifat disosiatif yang berbentuk pertentangan atau konflik, yaitu perjuangan kelompok sosial untuk memenuhi tujuannya. Pada tragedi Trisakti dan Semanggi, mahasiswa dan aparat keamanan mempunyai tujuan yang berbeda. Mahasiswa menginginkan aspirasi mereka dipenuhi sedangkan aparat keamanan bertujuan melaksanakan tugasnya, mengamankan keadaan. Dalam pertentangan atau konflik perasaan dapat mempertajam perbedaan tersebut sehingga perbedaan ini memuncak dan mengakibatkan konflik antar kelompok yang berusaha saling menghancurkan lawan dengan ancaman atau kekerasan. Dalam Tragedi Trisakti, orasi yang disampaikan mahasiswa membuat emosi para aparat keamanan, sehingga terjadilah penembakan yang dilakukan aparat keamanan terhadap para mahasiswa. Sedangkan dalam Tragedi Semanggi, para mahasiswa dendam atas penembakan yang dilakukan oleh aparat keamanan, sehingga perasaan dendam itu memicu terjadinya Tragedi Semanggi.

Tragedi Jakarta 1998 ini juga merupakan bentuk penyimpangan sosial. Tragedi ini mengandung macam macam perilaku penyimpangan, contohnya: Pembunuhan; Penganiayaan, seperti yang terjadi di berbagai lokasi oleh aparat keamanan yang menimbulkan korban fisik maupun mental; pelecehan seksual; kekerasan; serta perampasan kemerdekaan, yang merupakan penyimpangan sosial yang menyangkut hak milik orang lain, seperti penahanan yang dilakukan secara sewenang wenang dan melewati batas batas kepatutan sehingga menimbulkan rasa tidak aman dan trauma. Menurut Robert K. Merton, Tragedi Jakarta 1998 ini merupakan cara adaptasi pemberontakan(rebellion). Pada adaptasi ini orang tidak lagi mengakui struktur sosial yang ada dan berupaya menciptakan struktur sosial yang baru. Penyimpangan sosial yang terjadi menyebabkan terganggunya ketertiban dan keseimbangan hidup dalam masyarakat.

Walaupun banyak sisi negatif dalam peristiwa ini, kita masih dapat melihat adanya sisi positif dari peristiwa ini. Pertama adalah perombakan aturan aturan yang mengekang hak politik warga negara pada masa orde baru. Dan yang kedua adalah semangat, kebersamaan, serta kepedulian mahasiswa terhadap kemajuan Indonesia yang patut ditiru oleh generasi generasi muda.


Note:
For my task.From various sources.
This tragedy makes me remember of this quote:

" If you don’t like the way the world is, you change it. You have an obligation to change it. You just do it one step at a time. You really can change the world if you care enough."
(Marian Wright Edelmand, President & Founder Children Defend Fund)

Well this is from me:
"There always so many ways to change this world. If you want to keep the existence of smile and happiness, you better choose the path of peace."


Have a nice day!

-AO-
Selengkapnya...

Tuesday, November 15, 2011

Perspektif Hidup

Dulu aku suka bertanya bahkan menyesali sejadi-jadinya. Lebih banyak bertanya untuk apa hidup dibandingkan memaknai kehidupan itu sendiri. Tanpa kusadari, pertanyaan itu hanyalah bagian dari sebuah proses untuk memaknai kehidupan itu sendiri.



Hidup adalah sebuah roda atau seperti komidi putar di televisi -yang setelah aku mengetahuinya, aku lebih suka menyebutnya bianglala-. Ia berputar, seperti putaran jam. Namun, roda kehidupanku hanya roda yang tergeletak. Tidak dapat lagi berputar. Aku berada di bawah.Bagaimana aku bisa sampai ke atas tanpa adanya putaran? Dan di dunia inilah kehidupanku. Menunduk dan semakin menunduk. Menjauh dan semakin menjauh. Aku menarik diri. Kapan roda ini kembali berputar?

Hidupku bagaikan katak dalam sumur. Terperangkap dentingnya air yang memilukan. Tapi aku tidak tenggelam di sini. Air di sini kering, untuk sebuah kedipan mata yang kian redup tiap harinya. Suara jeritanku hanya memantul kembali. Tak ada yang tahu. Tak ada yang perhatikan, karena aku berada dalam dan di tempat tergelap. Sepandai apapun aku melompat, aku sudah terperosok terlalu dalam. Hanya bisa mendongak melihat harapan di atas sana, atau melihat betapa gelapnya di sini. Yang mana yang kau pilih?

Hidup ini sebuah perjalanan yang dicapai. Kita berjalan dengan kecepatan yang berbeda. Menuju berbagai arah yang akan sampai pada satu tujuan. Kita berjalan sesekali berlari. Menuju arah yang berbeda lalu mungkin bertemu kembali. Kadang aku hanya berputar. Sesuatu yang masih lebih baik dibanding diam,tanpa pikiran melangkah. Dan inilah jalanku yang penuh duri. Yang hanya terjatuh sebelum berlari, dan lebih banyak berlari ke belakang. Pada titik ketidakseimbangan maksimal langkah itu goyah, tersuruk dan terjerembab. Tak kuat lagi hanya sekedar mengangkat wajah. Tak ingin lagi meneruskan langkah. Akankah aku berhenti?

Putus asa. Marah. Tak berdaya. Benci. Dunia tidak memperlakukanmu dengan baik atau sebenarnya ia hanya ingin mengajarimu nilai hidup? Bahkan matahari, bulan pun harus rela berganti. Hidup adalah sesuatu yang harus engkau jalani sendiri. Beruntungnya waktu tidak pernah berhenti, segala sesuatu kelak hanya berupa masa lalu.
Kemudian aku berjalan di atas proses. Perlahan terjawab berbagai tanya dan penyesalan. Perlahan kutemukan diriku.



Menyerah hanya meninggalkan susunan puzzle tak terselesaikan.
as long as you keep on living, you will know what happen in the future. Let's meet our future...
Selengkapnya...